Allah adalah ADZ DZAAHIR (yang Maha Nyata) dan AL BAATHIN (yang Maha Ghaib/Maha Tersembunyi).
Dua sifat Allah ini juga harus dicerna secara relatif, karena apa yang nyata dapat terlihat jelas dalam satu hal dan tersembunyi dalam hal lain. Namun, tidaklah mungkin nyata dan sekaligus tersembunyi dalam segi yang sama meskipun hal itu dapat saja tampak nyata dalam hubungannya dengan suatu tanggapan dan tersembunyi dalam hal lain.
Segala sesuatu `nyata atau ghaib` hanya dalam hubungannya dengan pola-pola persepsi. Allah Ta'ala adalah ghaib bila Dia dilihat melalui persepsi inderawi atau dengan menggunakan sumber-sumber imajinasi. Akan tetapi, Dia dzahir (nyata) bila dilihat dengan cara penyimpulan menggunakan sumber-sumber akal. Jika anda katakan `Sejauh Dia Ghaib dalam hubungannya dengan persepsi inderawi, hal itu tidak jelas karena yang dzahir tidak menimbulkan keraguan, sehingga persepsi manusia tidak berbeda-beda. Akan tetapi, subjek ini menimbulkan banyak keraguan dikalangan manusia`.
Yang perlu disadari adalah bahwasanya Dia Ghaib dalam wujud keberadaan-Nya dengan cara intens Dia dzahir, karena dzahiriyyah-Nya merupakan alasan bagi keghaiban-Nya, sebagaiman cahaya-Nya menghalangi cahaya-Nya.
Jadi apapun yang memulai pembicaraan mengenai batas-batasnya, ia berbalik menjadi lawannya. Apa yang paling nyata adalah apa yang ditangkap oleh panca indera, adapun yang paling jelas diantara semua adalah apa yang dilihat oleh indera pengelihatan, dan yang paling jelas diantara hal-hal yang dilihat oleh indera pengelihatan adalah sinar matahari yang menyinari benda-benda, sehingga segala sesuatu menjadi jelas. Dengan demikian mana mungkin apa yang menyebabkan segala sesuatu menjadi nyata itu sendiri tidak nyata.
Seandainya
Allah SWT berhenti ada atau ghaib dari sebagian benda, langit dan bumi
akan hancur bersama dengan segala sesuatu yang terputus dari cahaya-Nya.
Kontras antara kedua keadaan itu akan terlihat eksistensi-Nya tentu
saja akan menjadi diketahui. Namun karena semua benda sepakat untuk
bersaksi, dan semua keadaan saling bersusulan dengan cara yang sama, ini
menjadi sebab keghaiban-Nya.
Segala puji bagi Allah Al Baathin dari makhluk-makhluk karena cahaya-Nya, dan ghaib dari mereka karena intensitas manifestasi-Nya. Dia adalah Adz Dzaahir dan tidak ada yang lebih nyata selain Dia, dan juga Al Baathin, dan tidak ada yang lebih ghaib dari Dia.
`Dia-lah yang awal dan yang akhir, yang zhahir dan yang bathin; Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu` (57-Al Hadiid:3).
Dia nyata karena dapat disimpulkan dari tindakan-tindakan yang bijaksana dan rapi. Ghaib jika diusahakan untuk ditangkap dengan persepsi inderawi. Karena panca indera hanya berhubungan dengan kulit luarnya saja. Manusia bukanlah manusia karena kulit luarnya yang lahiriah. Jika kulit itu diganti atau bagian tubuh lainpun diganti, tetap saja dia adalah dirinya. Boleh jadi semuabagian dari seorang manusia, setelah dia tumbuh besar, bukan lagi merupakan bagian-bagian yang dahulu menjadi miliknya ketika masih kecil.
Ini karena bagian-bagian itu hancur setelah melewati masa yang panjang, dan berubah menjadi bagian seperti bagian yang dahulu akibat dari makanan yang diterima tubuh. Meskipun demikian wataknya tidak berubah, karena watak itu ghaib namun terlihat oleh akal melalui penyimpulan dari efek dan tindakan-tindakannya.
Imam Al-Ghazali
http://fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=219:al-dzaahir-al-baathin&catid=47:asma-allah&Itemid=419
Tidak ada komentar:
Posting Komentar