Senin, 08 Oktober 2012

AL MUNTAQIM | YANG MAHA PENYIKSA


AL MUNTAQIM | YANG MAHA PENYIKSA 
AL MUNTAQIM (yang Maha Penyiksa/Maha Pengancam) adalah Allah yang menghancurkan punggung mereka yang suka menentang (membangkang), menghukum pelaku kejahatan, dan memperkeras hukuman atas para penindas.
 
 
Tetapi ini dilakukan setelah Dia yang Mahasuci memperingatkan mereka terlebih dahulu, dan setelah memberi mereka kesempatan dan waktu untuk merubah diri. Namun, inilah pembalasan yang lebih keras dibanding hukuman yang segera dijatuhkan, karena bila hukuman segera dijatuhkan, orang tidak terus menerus dalam kedurhakaannya, dan konsekuensinya dia tidak patut mendapat hukuman yang penuh
 
`Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya?. Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa` (As-Sajdah:22)
 
`(Ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras sesungguhnya Kami adalah pemberi balasan` (Ad-Dukhan:16)
 
`Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya` (Al Maaidah:95)
 
'Sungguh, jika kami mewafatkan kamu (sebelum kamu mencapai kemenangan) maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka (di akhirat)` (Az-Zukhruf:41)
 
Pembalasan manusia menjadi terpuji apabila yang dibalas adalah musuh-musuh Allah SWT dan musuh seperti itu adalah jiwa rendahnya sendiri, hawa nafsunya. Dengan demikian, manusia harus membalas dendam terhadap jiwa rendahnya, karena jiwa yang rendah inilah yang menyebabkan terjadinya kedurhakaan atau tidak tertunaikannya kewajiban beribadah.
 
Abu Yazid Al Busthami berkata `Pada suatu malam, jiwaku begitu malasnya sehingga membuat dirikutidak berdoa, maka aku menghukumnya dengan tidak memberinyaair minum selama setahun`
 
Dengan cara inilah hendaknya orang menuntut bela.
 
Al-Imam Al Habib Al Alaydrus berkata `Ketahuilah, meskipun tercela, HAWA merupakan salah satu hikmah Allah SWT bagi makhluk-Nya. HAWA merupakan kekuatan nafsu, tanpa HAWA maka nafsu tidak akan dapat memulihkan kekuatannya`
 
Akal menuntut agar setiap perkara dilaksanakan dengan tidak berlebih-lebihan (Iqtishaad). Segala sesesuatu yang berlebih-lebihan akan menyebabkan HAWA kembali mendapatkan kekuatannya.
 
Rasulullah Saw bersabda 'Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, menyukai keindahan' (HR. Muslim, Ahmad)
 
Sesungguhnya HAWA itu menakjubkan dan merupakan salah satu rahasia makhluk. Melalui kebijaksanaan Alla Azza wa Jalla, Dia menjadikan HAWA sebagai alat untuk melangsungkan kehidupan dan mendistribusikan rezeki kepada manusia lainnya dan sebagai pembangkit semangat manusia dalam menghadapi berbagai kesulitan kehidupan duniawi, sehingga mereka berani menghadapi marabahaya dan mengarungi samudera kehidupan.
 
Sangat dikasihani para pencinta dunia, mereka merasa cukup puas dengan angan-angan kosong dan merasa puas dengan HAWA. Mereka berusaha keras untuk mencapai apa yang dicita-citakan, mengumpulkan harta untuk berbangga-bangga. Andaikata mereka mencukupi dengan kebutuhan secukupnya.
 
Para arifin, mereka mempunyai keyakinan yang baik, yang dapat membuat nafsu mereka mampu memikul beban mujahadah dan amalan berat lainnya. Kedudukan keyakinan bagi mereka sama dengan kedudukan HAWA bagi orang-orang yang lemah tabiatnya dan kurang sempurna akalnya.
 
Umar Ibn Al Kaththab ra berkata `Kebenaran itu berat, namun sesungguhnya ia lezat, Sedangkan kebathilan itu ringan, namun sesungguhnya ia berbisa'
 
Al Habib Muhammad bin Abdullah Al Alaydrus berkata `HAWA yang kumaksudkan adalah HAWA yang berhubungan dengan nafsu. Adapun HAWA yang berhubungan dengan hati dan akidah, merupakan penyebab utama kerusakan a'mal (amal) dan Haal (keadaan), dan juga merupakan sumber kesesatan, keburukan dan bencana. Dari HAWA ini, muncullah kedengkian dan permusuhan`
 
Rasulullah Saw bersabda `Yang paling aku takutkan pada umatku adalah syahwat yang tersembunyi` (HR. Ahmad)
 
Anas bin Malik Rahimahullah berkata `Bukanlah termasuk Sunnah jika kamu mendebat Sunnah, tetapi sampaikanlah Sunnah itu. Jika Sunnah yang kamu sampaikan tidak diterima, diamlah engkau`
 
Sesungguhnya hawa nafsu dari para ahli agama lebih sulit diperbaiki daripada hawa nafsu orang-orang bodoh. Sebab, ketika dikuasai hawa nafsunya, para ahli agama tidak menyadari keburukan perbuatannya. Setan menutup-nutupi dan memberikan gambaran palsu bahwa apa yang mereka perbuat merupakan usaha yang utama untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Mereka merasa telah bersungguh-sungguh mencari keridhaan Allah, sehingga mereka tidak menyadari kesesatan mereka. Ketahuilah, bahwasanya watak nafsu adalah menyenangi pertengkaran dan usaha untuk menguasai orang lain. Jika tidak mampu menguasai orang lain dengan daya tarik duniawi, ia akan menggunakan agama.
 
Sebagai contoh, orang-orang yang suka menyelami berbagai permasalahan akidah dan berusaha mengumpulkan imam (pemimpin) yang satu diatas imam lainnya. Sebagian dari mereka kadangkala bersifat berani terhadap orang-orang baik (Akhyara). Meskipun keyakinan dan Mazhab mereka sama namun HAWA, thariqah (jalan), dan ilmu mereka bertentangan dengan orang-orang yang baik tersebut.
 
Akhirnya mereka menganggap Madzhab dan akidah orang-orang baik (akhyara) tersebut sesat karena bertentangan dengan perilaku dan tujuan mereka.
 
Semua ini karena pengaruh HAWA.
 
Jika HAWA telah menguasai seseorang, maka orang itu tidak dapat berpikir sehat. Ketahuilah bahwa berbagai jenis HAWA ini merupakan salah satu dari jenis bencana. Cara meringankan dan mengobatinya adalah dengan menahan gejolak nafsu, berbaur dengan orang-orang yang baik (al akhyaar) dan menteladani mereka dalam semua cara dan tujuan mereka. Sesungguhnya sifat-sifat orang mulia adalah mengamalkan sesuatu sesuai dengan hakikatnya.
 
Mereka mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengan kebaikan-kebaikan yang di rihai-Nya. Nyaris tidak ada seorangpun dari mereka yang tercela. Mereka bersifat sahl (mudah) dan wajahnya berseri-seri. Ketika mereka bersama mereka masyarakat, mereka menemukan kenyamanan. Sebaliknya, orang bodoh yang beragama dibenci oleh masyarakat, karena sepanjang hidupnya masyarakat mendapat bencana karenanya.
 
Imam Al-Ghazali

 
http://fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=214:al-muntaqim-yang-maha-penyiksa&catid=47:asma-allah&Itemid=419

Tidak ada komentar:

Posting Komentar