Adziim dibagi menajadi dua:
(1)-Apa yang mengisi mata dan menyita perhatian.
(2)-Apa yang tidak mungkin dapat diliput ujung-ujungnya oleh mata, seperti bumi dan langit.
Gajah adalah besar, akan tetapi masih dapat diliput oleh ujung-ujung mata, dan bumi lebih besar karena ujung-ujungnya tidak dapat diliput oleh ujung-ujung mata, hal ini mutlak besar berkenaan dengan pengelihatan mata. Objek-objek tanggapan intelektual seseorang itu berbeda-beda, sebagian akal dapat menangkap kenyataan esensialnya, dan sebagian lain tidak dapat menangkapnya.
Kenyataan esensial oleh akal dibagi menjadi dua.
(1)-Apa yang mungkin dipahami sebagian akal, sementara kebanyakan akal tidak dapat memahaminya.
(2)-Apa yang pada prinsipnya mustahil dapat dipahami akal kenyataan esensialnya, yang mutlak besar yang melampaui batas setiap akal, sehingga tidaklah mungkin untuk memahami esensinya, yaitu Allah Azza wa Jalla.
Allah azza wa jalla adalah yang Maha Agung, karena mata tidak mampu memandang-Nya dan juga akal pikiran tidak dapat menjangkau hakikat wujud-Nya.
Allah Maha Agung, karena sesungguhnya Dia adalah yang wajib wujud-Nya, langsung keberadaan-Nya untuk selama-lamanya. Dia awal, Dia pula yang akhir, sedang wujud selain-Nya hanyalah sebuah kemungkinan, dapat berwujud atau tidak, atau kemustahilan penggabungan dua hal yang bertolak belakang.
Allah Maha Agung, karena akal berlutut dihadapan-Nya dan jiwapun tersungkur gemetar menghadapi-Nya, serta larut dalan cinta-Nya. Semua wujud menjadi kecil dihadapan Allah, membutuhkan pertolongan-Nya dan sirna atas ketetapan-Nya.
Allah Maha Agung, karena keagungan-Nya tidak bertepi dan tidak pula dapat diukur.
Al Adziim dapat berdiri sendir dan dapat pula bersanding dengan sifat lainnya, misalnya Al Aliyy (yang Maha Tinggi), seperti dalam ayat kursi.
'Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi Syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah maha tinggi lagi maha besar' [Al Baqarah:255].
'Haa Miim, Ain Siin Qaaf. demikianlah Allah yang maha perkasa lagi maha bijaksana, mewahyukan kepada kamu dan kepada orang-orang yang sebelum kamu. kepunyaan-Nya-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan Dia-lah yang maha tinggi lagi maha besar' [AsySyuura:1~4].
Perangkaian lafazh Al Aliyy dan Al Adziim, ditujukan untuk memberi isyarat bahwasanya keagungan Allah adalah keagungan yang berkaitan dengan ketinggian derajat, serta kejauhan-Nya untuk diraih oleh pemahaman akal. Dan ketinggian mengandung makana kejelasan, sedangkan keagungan seringkali diliput oleh ketidak jelasan akibat ketidak mampuan menjangkaunya sama sekali.
Rasulullah Saw bersabda: Allah SWT berfirman: 'Kebesaran adalah selendang-Ku dan keagungan adalah kain-Ku' (Hadits Qudsi)
Selendang adalah sesuatu yang diletakkan diatas pakaian yang tampak jelas, sedangkan kain adalah yang menutup bagian dalam dan bawah. Ini berarti bahwa di langit adalah kebesaran-Nya dan di bumi adalah keagungan-Nya dan di Arasy adalah ketinggian-Nya. Dengan demikian keagungan-Nya merupakan sesutu yang tersembunyi, sedang kebesaran dan ketinggian-Nya merupakan sesuatu yang jelas dibanding dengan ketidak jelasan yang lain.
Diantara manusia, hanya para Nabi dan Ulamalah yang agung, sehingga bila seorang yang arif mengetahui sifat-sifat mereka, hatinya menjadi takjub, sehingga tidak ada lagi hatinya yang tersisa untuk selain dari-Nya. Seorang Nabi Agung dalam kaitannya dengan umat/pengikutnya, Seorang syekh spiritual agung berkaitan dengan muridnya.
Jika seorang murid telah mencapai atau bahkan melampaui gurunya, maka guru tidak agung bila dibandingkan dengan dirinya. Namun setiap penggunaan 'agung' untuk sesuatu selain Allah, bukanlah benar-benar agung, karena hal itu terjadi dalam bandingannya dengan lainnya. Keagungan Allah adalah pengecualian, karena Dia Agung secara mutlak, bukan melalui perbandingan. Adalah mutlak bagi yang mempelajari dan memahami tanda-tanda kebesaran-Nya (sya'airillah), untuk mengindahkan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya.
'Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati' [Al Hajj:32].
'Maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Maha Agung' [Al-Haaqah:52].
Ayat ini mengandung pesan agar menyucikan Allah dari segala kekurangan dalam sifat, Dzat dan perbuatan-Nya, serta tidak menamai-Nya kecuali dengan nama-nama yang terbaik. Menyadari bahwa Allah adalah Yang Maha Agung lagi mutlak keagungan-Nya dan tiada keagungan yang ada, kecuali bersumber dari yang Maha Agung.
Imam Al-Ghazali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar